AMERIKA, memograph– Pada Rabu pagi (30/9), pukul 08.00 atau Selasa malam pukul 21.00, debat perdana calon presiden (capres) Amerika Serikat (AS) dimulai di Ohio. Tiga isu besar, yakni pandemi Covid-19, pelemahan ekonomi, dan kesetaraan ras diprediksi akan menjadi topik panas yang akan menghiasi jalannya debat.
Dilansir dari CNBC International, para pemilih AS cenderung menyoroti tiga isu penting tersebut untuk diulas dalam debat yang akan diulas besok pagi yakni isu perbaikan ekonomi, pandemi, dan kesetaraan ras.
Saat ini, menurut data Worldometers, sebanyak 7 juta warga AS terjangkiti Covid-19 dengan 200.000 orang kehilangan nyawa. Dalam polling CNBC International dan Change Research di 3.000 titik pertarungan pilpres, 44 persen responden memiliki perhatian yang serius terhadap isu Covid-19, dan 21 persen di antaranya menilai agak serius.
Sebanyak 57 persen responden menyatakan khawatir Trump bakal merilis vaksin corona lebih cepat guna mendongkrak elektabilitasnya jelang pilpres. Ini sejalan dengan rekam pemberitaan Trump yang sempat memperkirakan bahwa vaksin bakal siap dibagikan ke masyarakat sebelum masa pencoblosan pada 3 November.
Isu rasialisme di kala pandemi semakin menjadi perhatian setelah Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDCP) AS mempublikasikan riset bahwa warga kulit hitam AS 2,6 kali lebih berisiko tertular corona ketimbang warga kulit putih, sedangkan warga hispanik 2,8 kali lebih berpeluang tertular.
Untuk risiko kematian, CDCP memperkirakan warga kulit hitam 2,1 kali lebih berpeluang meninggal karena pandemi ini, sedangkan warga hispanik 1,1 kali lebih berisiko meninggal dibandingkan dengan warga kulit putih (anglo).
Terakhir, Isu ekonomi pun tidak kalah penting untuk disorot. Ekonomi AS pada kuartal kedua ambles 31,7 persen (disetahunkan) pada kuartal II-2020. Pemulihan kian kabur di tengah kenaikan kasus Covid-19. Angka pengangguran memang anjlok menjadi 8,4 persen pada Juli, setelah sempat menyentuh 15 persen akibat pandemi. Namun, itu belum cukup untuk kembali ke level sebelum krisis finansial 2009 yang berada di kisaran 6 persen. (red/agg)