Dampak pandemi Covid 19 global juga dirasakan Natasha. Diaspora yang kini tinggal di Kota Freudenburg, Jerman, itu harus membatasi aktivitas kesehariannya karena pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat. Lalu, bagaimana Natasha menjalani rutinitasnya saat ini?
BERUNTUNG, sejak 27 Juli 2020, pemerintah Kota Freudenburg mulai melonggarkan aturan berkumpul di luar rumah. ”Setiap provinsi punya aturan sendiri ya, di tempat saya saat ini kondisinya sudah mulai aman,” kata Natasha kepada memograph.id.
Kalau sebelumnya, untuk bertemu di tempat umum itu hanya dibatasi dua orang, sekarang di tempatnya tinggal, sudah boleh melakukan perkumpulan dengan jumlah maksimal 10 orang. ”Ini peraturan yang paling terbaru. Jadi kalau kita mau bikin acara bisa mengundang 10 orang,” ujar perempuan 43 tahun itu.
Natasha selalu mengikuti update perkembangan penanganan kesehatan di kotanya. Orang yang datang ke Jerman diwajibkan mengikuti swab test yang disediakan otoritas bandara sebelum masuk ke negara yang beribukota Berlin itu. Tidak seperti pekerja yang di-cover pembiayaannya, pendatang yang dari luar Jerman harus merogoh kocek sendiri untuk tes tersebut. ”Kalau suami saya yang bekerja di Luxembourg itu dibiayai asuransi kan, tapi kalau yang datang ke sini biayanya mandiri,” ujar Natasha.
Baca Juga:
Walau saat ini di Jerman sedang resesi ekonomi, Natasha mengaku tidak begitu mengikuti perkembangannya seperti apa. Hanya saja, sebagai pelaku usaha penulisan buku, Natasha merasakan dampak mahalnya ongkos pengiriman buku. Contohnya saat dia mencetak bukunya di Indonesia itu hanya dibebani biaya bagasi 10 Euro/kilo, sekarang dia harus mengeluarkan biaya sampai 15 – 20 Euro/kilo. ”Biasanya saya titip sama mahasiswa yang pulang pergi Indonesia – Jerman, mereka akan jual harga 50 persen lebih mahal, malahan sampai 100 persen juga ada,” paparnya.
Untungnya dari segi penjualan buku, di Jerman masih relatif bagus dibanding Indonesia. “Saya sekarang hanya menjual stok buku-buku lama saja, ” katanya.
Menjadi penulis, Natasha sudah mencetak 25 buku dengan tema yang biasanya ditemui di kehidupan sehari-hari, mulai dari cinta, konflik rumah tangga, pengalaman heroik atau cerita fiksi yang ditulis bersama teman-temannya.
Tak mau ketinggalan momen bersejarah, Natasha juga ikut menulis kisah pandemi corona yang memakan banyak korban jiwa. Dia menceritakan kisah sepasang suami istri yang sudah pisah ranjang selama setahun, tapi masih tetap serumah. Saat datangnya virus Covid-19, suaminya harus work from home (WFH) dan akibatnya adalah berkumpulnya kembali kedua pasangan itu dan rukun lagi. (ulf/agg)