JAKARTA, memograph – Pemprov DKI membangun jalan layang Tapal Kuda pertama di Indonesia sejak November 2019. Pembangunan jalan layang yang berlokasi di Lenteng Agung itu tetap berlanjut meski pandemi Covid-19 melanda. Bahkan, pembangunannya ditargetkan rampung pada akhir tahun ini.
Kepada awak media, Kepala Dinas Bina Marga DKI Hari Nugroho menuturkan, pembangunan jalan layang tersebut sempat terhenti karena kesulitan dana. Bahkan, dana pembangunannya baru akan dibayarkan pada 2021. Terutama, untuk pembebasan lahan di sekitar untuk pembangunan ramp jalan layang. Namun, masalah itu bisa diselesaikan Pemprov DKI melalui pinjam pemulihan ekonomi nasional (PEN)
“Karena refocusing, pembebasan lahan (Dinas Bina Marga) di-nol-in. Ya sudah, kami gak bisa apa-apa. Nah, kemarin dengan adanya pinjaman model PEN dari PT SMI, (salah satu BUMN di bawah Kementerian Keuangan, red) akhirnya itu nanti bisa di-cover supaya Tapal Kuda itu bisa selesai tahun 2020 ini. Tadinya sih mau dibayarkan 2021, tanggung gitu. Makanya diajukan yang model PEN itu,” kata Hari di Balai Kota DKI, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (7/8/2020).
Baca Juga:
Dari Rp 12,5 triliun pinjaman program PEN itu, sambung Hari, sebanyak Rp 4,5 triliun yang disalurkan tahun ini. Dari jumlah itu, Dinas Bina Marga DKI mendapat bagian sekitar Rp 850 miliar. Dengan mendapatkan dana itu, Hari menyebutkan pembangun Jalan Layang Tapal Kuda di Lenteng Agung bisa diselesaikan. “Jadi, dana itu untuk empat kegiatan, tiga flyover dan satu underpass. Salah satunya Flyover Tapal Kuda di Lenteng Agung. Jadi, itu untuk semua untuk, mulai dari konstruksi dan pembebasan lahan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Hari juga membantah bahwa kegiatan pembangunan Jalan Layang Tapal Kuda tersebut merusak tata kota. Menurutnya, pemilihan membangun flyover dibanding underpass di sana sudah melalui kajian.
“Kalau underpass, satu kondisinya lebih rumit karena atasnya kan kereta api. Kita harus nutup jalan permanen kalau bangun underpass-nya. Kalau flyover nutup jalan separuhnya saja. Lagi, kalau underpass itu harus tutup jalan berbulan-bulan, bisa di-bully orang dan macetnya kayak apa?. Makanya, dari hasil kajian itu kenapa kami pilih flyover,” ujarnya. Selain itu, lanjutnya, dari segi biaya, flyover itu biayanya jauh lebih murah.
Hari tidak menampik, dari sisi estetika, underpass paling cocok. ”Kalau dari segi estetika, underpass clear. Tapi jangan salah dengan model Tapal Kuda, ini menjadi ikon. Bukan hanya di Jakarta, tapi Indonesia. Ini pertama di Indonesia. Apalagi nanti JPO-nya, nanti akan dibangun lebih keren dari Bundaran Senayan, meliuk-liuk, ada warna warni,” terangnya. (ulf/agg)